Minggu, 13 April 2014

Independensi Sosial Masyarakat Baduy Terhadap Perkembangan IPTEK (studi analisis: fenomena iPhone di era globalisasi)



Pendahuluan
            Era saat ini derajat sosial tidak hanya diukur dari kekayaan, tingakat pendapatan, atau aset yang dimilikinya. Namun, derajat sosial seorang dapat diukur dari apa yang digunakannya, dikonsumsinya dan yang melekat pada tubuhnya. Sebagai contoh seorang yang berpenghasilan minim namun makan di sebuah restoran bonavit kita akan memandangnya sebagai orang kaya. Begitu juga pada Iphone di era sekarang ini.
Arus globalisasi berkembang dengan sangat cepat seiring perkembangaan teknologi yang juga semakin canggih. Merek-merek eropa mengeluarkan berbagai alat telekomunikasi yang sangat kreatif.  Smartphone pun muncul menjadi suatu hal yang fenomenal karena mobilitasnya.Tak mau kalah negara-negara di asia pun ikut berlomba dalam memperebutkan pasar smartphone seperti Korea Selatan dengan Samsung dan China dengan ZTC.
Masyarakat Indonesia yang menjadi target pasar yang sangat besar oleh produk-produk yang tersebut pun berhasil mereka raih dalam waktu yang relative cepat. Hal ini berkaitan dengan budaya masyarakat kita yang mulai terhegemoni oleh keberadaan gadget-gadget tersebut.
Salah satu perusahaan asal amerika yaitu Apple yang terkenal dengan Steve Jobs sebagai pahlawannya  memunculkan berbagai produk gadget yang memiliki brand equity tinggi. Salah satunya Iphone yang memiliki beberapa generasi hingga saat ini mengeluarkan generasi kelima yaitu iPhone 5s.
Sejarah mengenai iPhone dimulai saat Steve Jobs, CEO dari Apple Inc. memerintahkan ilmuwan-ilmuwan Apple untuk mempelajari secara lebih mendalam teknologi layar sentuh. Pengembangan dari unit iPhone itu sendiri dimulai nyaris 10 tahun sebelum iPhone pertama diluncurkan di pasaran. Pada tahun 1999, Apple mematenkan hak untuk menggunakan nama domain iphone.org Beberapa tahun kemudian, Apple mengumumkan rencana mereka untuk berinvestasi dalam bisnis telepon genggam.
Apple mengejutkan dunia pada tanggal 29 Juni 2007 saat mereka memutuskan untuk terang-terangan terjun ke dalam kancah persaingan bisnis telepon genggam. Secara ekslusif Apple menggaet AT&T Wireless sebagai mitranya untuk memasarkan iPhone 2G. Saat pertama kali dikembangkan, Apple hendak menjadikan iPhone unit telepon genggam yang memadukan fitur entertainment iPod dengan fungsi komunikasi sebuah telepon genggam. Lebih lagi iPhone 2G dilengkapi kamera berukuran 2 megapixel untuk kebutuhan foto. Pada akhir tahun 2007, iPhone sukses menjual lebih dari 3 juta unit iPhone 2G. Tidak berhenti sampai disitu saja, pada pertengahan tahun 2008, penjualan iPhone 2G bahkan menembus angka 6 juta unit. Walau terbilang revolusioner dan sukses sebagai unit telepon genggam yang mengkhususkan diri pada fitur hiburan dan akses internet, iPhone 2G dikritik khalayak ramai dan pengguna karena kemampuan akses internetnya yang masih terbatas.    
Hingga pada tahun 2012 iPhone mengeluarkan generasi baru yaitu Iphone 5 yang kemudian disusul oleh adiknya yaitu Iphone 5s atau generasi Iphone paling mutakhir sampai saat ini.
Maraknya pengguna iphone menjadikan budaya baru, yakni budaya kontemporer. Kebanyakan dari mereka yang menggunakan iphone sebagai telepon genggang dengan alasan desain iphone yang terkesan elegan, banyak fitur yang mendukung, dan alasan lifestyle lainnya.
Namun hal ini tidak mempengaruhi sebagian kelompok masyarakat yang ada di Indonesia. salah satunya Masyarakat Baduy. Masyarakat Baduy menolak adanya teknologi yang masuk ke dalam kehidupan mereka. Mereka tetap mempertahankan budaya leluhur yang turun menurun diajarkan oleh nenek moyang mereka.
Mengapa hal ini dapat terjadi? Dari mana awal mulanya segala perubahan ini? Siapa  yang masih bertahan? Bagaimana indepedensi masyarakat Suku Baduy menghadapi hal ini?
            Fenomena ini tentu layak jika dikaji dengan kajian cultural studies. Fokus studi kajian budaya (CS) ini adalah pada aspek relasi budaya dan kekuasaan yang dapat dilihat dalam budaya pop. Banyaknya masyarakat yang menggunakan iphone akan terkonstruksi secara kognitif tentang kemewahan iphone. Dapat diartikan mereka tidak melihat hakikat iphone sebagai layaknya telepon genggam. Akhirnya menjadi hegemoni dimasayarakat umumnya.

Pembahasan
Awal perubahan ini dimulai dari adanya iklan-iklan yang dapat dilihat di berbagai media sosial sehingga masyarakat melihat hal ini menjadi suatu yang baru dan mewah dari cara produk-produk tersebut membranding produk mereka. Dan tak lepas dari kebiasaan masyarakat Indonesia
IPhone adalah telepon genggam revolusioner yang diproduksi oleh Apple Inc. yang memiliki fungsi kamera, pemutar multimedia, SMS, dan voicemail. Selain itu telepon ini juga dapat dihubungkan dengan jaringan internet, untuk melakukan berbagai aktivitas misalnya mengirim/menerima email, menjelajah web, dan lain-lain. Antarmuka dengan pengguna menggunakan layar sentuh multi-touch (atau bisa juga disebut dengan layar sentuh kapasitif) dengan papan ketik virtual dan tombol.

            Iphone pun menjelma menjadi trend di kalangan remaja saat ini. Dengan kata lain konsep iphone yang hakikatnya sebagai alat komunikasi menjadi pudar. Tentu bisa saja jika kita lebih mengutamakan kegunaannya, kita dapat memilih menggunakan merk telepon genggam lainnya yang notabene lebih murah secara finansial.
            Fenomena ini tentu berimplikasi pada adanya gengsi dalam menggunakan alat komunikasi. Maraknya pengguna iphone ini akan merekonstruksi penggunanya menjadi seorang yang derajatnya lebih tinggi dimata sosial. Karena zaman sekarang ini seorang akan memiliki derajat yang lebih tinggi dimata sosial tidak hanya diperoleh dari banyaknya harta yang dimiliki, namun apa yang dikonsumsinya juga akan mempengaruhi ketinggian derajat dimata social, termasuk penggunaan iphone sebagai telepon genggam.
            Baduy merupakan sebuah kelompok masyarakat yang terletak di wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LS dan 108°3’9” – 106°4’55” BT. Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 – 600 m di atas permukaan laut (DPL) tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20°C. Wilayah suku baduy sendiri terbagi kedalam 2 daerah yaitu suku baduy dalam dan baduy luar. Suku baduy dalam merupakan suku baduy yang benar-benar masih menjaga pikukuhnya sedangkan suku baduy luar merupakan suku baduy yang sudah berbaur dengan masyarakat sekitarnya.
            Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo(Garna, 1993).
            Suku baduy dalam di kenal sangat taat mempertahankan adat istiadat dan warisan nenek moyangnya. Mereka memakai pakaian yang berwarna putih dengan ikat kepala putih serta membawa golok. Pakaian suku baduy dalam pun tidak berkancing atau kerah. Uniknya, semua yang di pakai suku baduy dalam adalah hasil produksi mereka sendiri. Biasanya para perempuan yang bertugas membuatnya. Suku baduy dalam di larang memakai pakaian modern. Selain itu, setiap kali bepergian, mereka tidak memakai kendaraan bahkan tidak pakai alas kaki dan terdiri dari kelompok kecil berjumlah 3-5 orang.
            Orang Baduy dalam juga terkenal teguh dalam tradisinya. Mereka selalu berpakaian warna putih dengan kain ikat kepala serta golok. Semua perlengkapan ini mereka buat sendiri dengan tangan. Pakaian mereka tidak berkerah dan berkancing, mereka juga tidak beralas kaki. Meraka pergi kemana-mana hanya berjalan kaki tanpa alas dan tidak pernah membawa uang, jadi mereka tidak pernah menggunakan kendaraan.   Masyarakat luar sulit sekali masuk wilayah Baduy dalam apa lagi mengambil fotonya.  Ada semacam ketentuan tidak tertulis bahwa ras keturunan Mongoloid, Negroid dan Kaukasoid tidak boleh masuk ke wilayah Baduy Dalam. Jika semua ketentuan adat ini di langgar maka akan kena getahnya yang disebut kuwalat atau pamali adalah suku Baduy sendiri. Kepercayaan mereka adalah Sunda Wiwitan, mereka tidak mengenal sekolah, huruf yang mereka kenal adalah Aksara Hanacara dan bahasanya Sunda.
            Peraturan adat sangat menentukan dalam sikap hidup suku Baduy, baik untuk keseimbangan hidup antar sesama maupun kelestarian kehidupan alamnya. Kehidupan sehari-harinya bersahaja. Barangbarang “modern” seperti sabun, kosmetik, piring, gelas dan peralatan pabrik dilarang dipakai. Tak ada listrik, radio dan televisi. Semuanya itu tabu (pamali).
            Meskipun anti teknologi, namun ikatan masyarakat Baduy terhadap penduduk luar sangatlah erat dan tetap bersifat kekeluargaan, tidak ada isolasi yang membuat mereka terasing. Hal ini juga yang membuat rutinnya kegiatan Seba di masyarakat Baduy, yaitu kegiatan yang diadakan setahun sekali untuk mengantarkan hasil bumi kepada Gubernur Banten. Orang Baduy juga biasa berkelana ke kota besar di sekitar mereka untuk berjualan dan hanya ditempuh dengan jalan kaki hingga berkilo-kilo meter. Dulu para orang Baduy hanya menggunakan sistem barter dalam memenuhi kebutuhan mereka, namun sekarang beberapa penduduknya telah menggunakan uang rupiah untuk berjualan.
  
Kesimpulan
            Sejatinya manusia sebagai individu berhak memilih jalan apapun dan cara apapun terhadap kehidupannya, bagaimana meraih sesuatu atau bagaimana menjalaninya. Namun fungsionalitas terhadap suatu hal juga harus dipertimbangkan secara bijaksana agar tidak menghilangkan manfaat yang didapatkan dari apa yang dimiliki.
            Cara pandang individu perlu direkonstruksi agar dapat melihat secara objektif tanpa mengesampingkan nilai-nilai yang ada disekitarnya yang bisa jadi dapat membuat kesalahan dalam penyimpulan terhadap sesuatu.
            Masyarakat Baduy dapat menjadi contoh bahwa hidup bukan hanya apa yang individu gunakan, apa yang individu konsumsi, dan apa yang melekat pada diri individu tersebut. Namun masyarakat Baduy memberikan pelajaran bahwa hidup jauh lebih besar dari itu semua. Nilai-nilai yang diajarkan leluhur masyarakat Baduy turun menurun mereka jaga dan terus dilestarikan sehingga menjadikan sebuah kehidupan yang tenang dan bahagia dengan damai.










DAFTAR PUSTAKA
·         Garna, Judistira. 1993. “Masyarakat Baduy di Banten” dalam Masyarakat   Terasing di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
·         Yani, Nastri. 2013. Sejarah dan Perkembangan Iphone             http://nastri93.blogspot.com/2013/03/sejarah-dan-perkembangan-   iphone.html (12 April 2014:21.44).

·         Pertiwi, Raiesa.2011. Ketertutupan Suku Baduy Terhadap Teknologi.             http://hidungkugedesx.blogspot.com/2011/06/ketertutupan-suku-baduy-    terhadap.html (11 April 2014:22.33).